Monday, November 30, 2009

PAHAM JENIS KAIN JUSTRU DARI PEMBELI

Sepanjang jalan kawasan ini dijual aneka macam kain kiloan. Pembelinya mulai dari ibu rumah tangga, toko, garmen sampai butik. Asal teliti memilih, bisa mendapat kain berkualitas bagus dengan harga relatif murah.

Tak salah bila orang mengatakan, Bandung adalah kota kain. Pasalnya, di Kota Kembang ini banyak yang menjual kain berkualitas bagus dengan harga miring. Tempatnya tersebar di berbagai sudut kota. Salah satunya di kawasan Cigonewa. Uniknya, di sepanjang jalan raya ini banyak yang menjual kain kiloan. Tempatnya mulai dari rumah kecil sampai toko besar.

Bila hari libur tiba, bisa dipastikan pengunjung terutama kaum ibu yang belanja membludak. Apalagi, menjelang Lebaran seperti beberapa waktu lalu. "Tak hanya ibu-ibu yang biasanya beli eceran, butik maupun konveksi juga mencari kain di sini," ujar Dadang, salah satu penjual kain di Cigonewa.

Kain yang dijual Dadang dan rekan seprofesinya adalah kain sisa yang didatangkan dari luar negeri. Mereka mengambil langsung dari Tanjung Priuk, Jakarta. "Sehabis kulakan, saya menghubungi langganan lewat telepon. Biasanya, pagi-pagi mereka sudah nunggu di depan pintu. Bahkan, toko-toko di sekitar sini, terkadang membeli kain pada kami."

Dalam seminggu, Dadang bisa dua kali belanja kain ke Tanjung Priuk. Tak tanggung-tanggung, sekali belanja bisa mencapai satu kontainer. Kain yang dibeli dalam hitungan yar tersebut (1 yar = 90 cm, Red.) dibawa ke Bandung dengan meggunakan truk.
Terkadang, Dadang yang buka usaha bersama saudara-saudaranya tak selalu mendapat kain yang dibutuhkan. Pasalnya, "Di Tanjung Priuk, para pedagang kain seperti kami juga banyak dan berebut. Padahal, jumlah kain terbatas. Sering kami hanya dapat 1 - 2 rol.

Jenis kain yang dijual Dadang bermacam-macam. Mulai dari kaus, katun, sampai brokat. Harganya berkisar antara puluhan ribu sampai ratusan ribu rupiah per kilo. Ada juga kain yang dijual per meter. "Kami khusus menjual kain dari Korea. Makanya harganya relatif mahal. Apalagi hanya beberapa toko yang khusus menjual kain dari Korea. Harga bisa turun, tapi hanya sedikit," imbuh Dadang.

LAHAN MILIK SENDIRI
Sebelum berjualan kain, Dadang menjual ban di daerah Caringin. Suatu hari, datang orang Korea membeli ban. "Setelah ngobrol-ngobrol, dia memberi tahu saya peluang usaha yang bagus. Yaitu usaha kain yang bisa diambil dari Tanjung Priuk. Tampaknya, menarik juga," kenang Dadang.
Oleh karena usaha ban yang ditekuni kurang menjanjikan, Dadang memutuskan alih usaha seperti disarankan teman barunya. Ia mulai mengambil kain di Tanjung Priuk. "Usaha ban saya tutup. Saya pun pindah ke Cigonewa. Ternyata, hasil jualan ban enggak sebanyak jualan kain," kisahnya.

Sebagai pemain baru, awalnya Dadang tidak tahu seluk-beluk kain. Bahkan, soal jenis-jenis kain pun ia tak mengerti. "Saya justru banyak tahu macam kain dari pembeli. Misalnya saja saya tak punya kain yang dinginkan pembeli, mereka menjelaskan ciri-ciri kain tersebut. Nah, saat belanja ke Tanjung Priuk, kami mencoba nyari."

Keputusan Dadang untuk banting setir agaknya tak meleset. Sekarang, dalam sehari omzet tokonya mencapai Rp 2 - 3 juta. Saat keadaan sepi pun ia masih mampu meraih Rp 1 juta. "Pembeli saya berasal dari berbagai Kota. Antara lain Tasik, Garut, Cirebon, Yogyakarta, Tegal, sampai Bali. Khusus pembeli dari Tegal, mereka seringkali membeli kain yang kurang bagus untuk diolah menjadi celana hawaii."

Dadang lebih bersyukur karena toko tempat ia berusaha bukan lahan sewaan, melainkan miliknya sendiri. "Rata-rata di sini memang begitu. Makanya, harga kain di Cigonewa lebih murah dibanding toko lain. Apalagi saya tak perlu bayar karyawan karena saudara-saudara saya ikut membantu," ujar Dadang sembari menambahkan, tokonya buka dari pukul 07.30 - 16.00.

MIRIP GUDANG
Berbeda dari Dadang, H. Nunu (58) khusus menjual kain produk lokal. Semua jenis kain yang dijual di tokonya adalah kain sisa produksi pabrik di Bogor, Tangerang, dan Bandung. "Saya tak mau kain impor. Soalnya, harganya lebih mahal. Saya, kan, jual kain khusus untuk konsumen kecil-kecilan," ujar Nunu.

Namanya saja kain sisa, aku Nunu, kain yang dijualnya ada juga yang cacat. "Makanya saya selalu menganjurkan pembeli agar melihat kain sacara cermat. Sedangkan untuk kain yang bagus, pembeli harus pesan dulu. Selain itu, mereka harus pesan dalam jumlah banyak," ujar pria yang mengawali usahanya dari nol.

Sebelumnya, Nunu berjualan sampah plastik. Hasil daur ulang plastik antara lain digunakan untuk membuat ember dan mainan anak-anak. Lama-kelamaan, Nunu jenuh juga karena, "Prosesnya yang lama bikin capek. Setelah dikumpulkan, sampah plastik harus dicuci dulu, dijemur baru dijual. Akhirnya saya pindah ke usaha ini. Waktu itu masih baru. Saya coba-coba mengikuti langkah orang lain," jelasnya.

Waktu itu pada 1982, Nunu menerima tawaran dari sebuah pabrik tekstil untuk membeli kain sisa dan cacat. Dengan modal Rp 154 ribu, Nunu berhasil mendapatkan 25 kg kain sisa. Lalu, dia mengontrak sepetak rumah di daerah Cigonewa. "Saya menjualnya dengan harga murah. Untung sedikit tak apa, yang penting dagangan laku."

Prinsip dagang Nunu terbukti manjur. Dalam waktu singkat, kain dagangan Nunu ludes diserbu pembeli. Lama-kelamaan, jumlah dagangannya meningkat 50 kg, 100 kg, dan seterusnya. "Saya mulai menerima banyak pesanan," cetusnya.

Pelan-pelan, Nunu berhasil membeli rumah yang semula dikontraknya. Ia membangun bangunan besar untuk tokonya. Sepintas, toko ini lebih mirip gudang karena gulungan kain yang dijual Nunu tidak lagi dipajang dalam ruang kecil. Namun, ditempatkan di atas rak-rak besar dalam ruangan luas.

BUKTI BON DITUKAR HADIAH
Usaha Nunu terus berkembang. Kini, ia punya tiga toko serupa di Jln. Cigonewa. Dalam menjalankan usahanya, ia dibantu H. Asep, adiknya, yang membantu urusan lapangan. "Saya lebih banyak mengurus soal manajemen."

Lebih dari 500 jenis kain yang dijual Nunu. Antara lain katun, brokat, saten, dan waterproof. Semua berbahan baku sama yaitu polyester. Itu sebabnya, di tokonya Nunu menyediakan delapan buah tabung pemadam kebakaran. "Polyester, kan, sangat gampang terbakar. Makanya, kami melarang orang merokok di dalam toko," tandas Nunu.

Kain waterproof kebanyakan diserbu pembeli dari Medan. "Mereka menggunakannya untuk bikin tenda, jaket, atau tutup mobil. Setelah itu, biasanya dijual lagi. Selain itu, kami juga menjual bahan untuk sepatu dan tas sekolah," imbuh Nunu yang pembelinya berasal dari berbagai kota.

Begitu larisnya, dalam sehari, sebuah toko Nunu yang dibuka sejak pukul 07.00 - 17.00 bisa menjual ratusan kilo kain. Selama berjualan, Nunu pernah mengelami peristiwa lucu. Pernah ada pembeli yang hanya ingin membeli 3 ons. "Saya bingung ngasih harga berapa.Akhirnya, malah saya berikan secara cuma-cuma."

Dikatakan Nunu, ia punya cara tersendiri untuk mengikat pelanggannya. Bon pembelian masing-masing pelanggan dikumpulkan. Lalu, menjelang Lebaran seperti kemarin, pembeli berhak mendapat hadiah sesuai besarnya jumlah pembelian. Hadiahnya cukup bervariasi, mulai dari rantang, selusin piring, gelas, radio, sampai teve. "Kami sengaja melakukannya agar pembeli senang," ujarnya.

Menurut Nunu, apa yang diraihnya tak lepas dari rejeki yang diberikan Tuhan. Sikap inilah yang membuatnya selalu menolak tawaran kredit dari bank untuk mengembangkan usahanya. "Modal cukup apa adanya. Toh, begini saja sudah bisa menghajikan saudara-saudara saya yang lain," ujar Nunu dengan rendah hati.

(http://www.tabloidnova.com/articles.asp?id=1944)

2 comments:

  1. minta alamatnya dong ?
    saya mau beli kain yang beraneka ragam gambar tapi kecil2 gambarnya ,kira-kira 1m nya berapa yah?

    ReplyDelete
  2. kalo kain spandek kira2 ada ga ya? trus 1 meternya berapa? makasih

    ReplyDelete